Masjid Raya Sumatera Barat


Masjid ini telah berumur 10 tahun lebih, dan pembangunannya masih terus berlanjut.
.
Masjid ini terletak di Jln. Khatib Sulaiman, salah satu ruas jalan protokol di kota Padang. Dulunya, area ini dipenuhi kebun dan parak karena Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) berlokasi di sana.
.
Selain Masjid Nurul Iman dan Masjid Raya Gantiang yang sarat sejarah, Masjid Raya Sumatera Barat ini akan menjadi ikon religi baru kota Padang dan Sumatera Barat.
.
Semoga disemarakkan oleh kegiatan yg bermanfaat.

Menyusuri Glodok dan sekitarnya


Menjelajahi daerah Batavia lama seolah tak ada habisnya, termasuk kawasan Glodok.

Daerah Molenvliet (sekarang Jl Gajah Mada dan Hayam Wuruk) dulunya punya banyak kincir air yang berbunyi seperti “glodok..glodok…”. Dari sinilah asal nama Glodok bermula. Konon begitu…

Ada beberapa spot menarik untuk dikunjungi. Pertama, ada Gedung Candra Naya, yg sekarang diapit Hotel Novotel, apartemen dan pusat perbelanjaan. Dulunya, gedung ini bisa dikatakan pusat kegiatan komunitas Tionghoa pada zaman kolonial Belanda.

Lalu ada Pasar Petak Sembilan, Kelenteng Kim Tek Ie yg sudah berdiri sejak 1650, Kelenteng Toa Se Bio, dan Gereja Katholik Santa Maria de Fatima yg berarsitektur unik.

Wisata kuliner bisa dilakukan di Jalan (Gang?) Kalimati dan Gang Gloria yang menjual makanan yg tak ditemukan di pasar kebanyakan, seperti siomay sekba dan kaki kodok goreng tepung 😉. Bapak dan Ibu penjual makanan juga tak masalah jika barang dagangannya hanya difoto-foto saja 😁.

Ada juga Gado-gado Direksi di Pujasera Gloria yg terlihat sederhana namun berharga premium 😎.

Dan jangan lupa mampir di Pantjoran Tea House untuk mendapat suguhan teh secara cuma-cuma.

Berapa biaya yg dikeluarkan untuk jalan-jalan ini? NOL rupiah, selain beli-beli makanan dan minum tentunya. Murah meriah tapi menambah wawasan.

Terima kasih, Jakarta Good Guide!

@Desember 2017

Tersesat di Granada!


img_0437

I want the Arabic Granada, that which is art, which is all that seems to me beauty and emotion

(Isaac Albeniz, Spanish pianist and composer)

Dari Madrid, bus Alsa yang saya tumpangi melesat ke Granada, di Propinsi Granada di wilayah Andalusia. Saya sudah memesan bus ini secara online sebelumnya. O, iya, pada waktu itu, tiket online tersebut harus dipesan dengan kartu debit keluaran Spanyol atau kartu kredit terbitan Eropa. Kartu debit Maestro keluaran ABN AMRO andalan saya tentu saja tidak berlaku. Akhirnya, saya harus meminta bantuan seorang teman yang memiliki rekening di bank Spanyol untuk melakukan ini.

Kenapa saya tidak menggunakan kereta api Renfe?

Maunya sih begitu. Tapi tiket Renfe kan lebih mahal daripada bus. Kantong saya yang ala mahasiswa bisa cepat kempes nantinya 🙂

Continue reading

Menengok Masjid-masjid di Rotterdam, Belanda


Het kan niet zo zijn dat iemand van ons allen eist dat we zijn opvattingen respecteren en tegelijkertijd niet bereid is de opvattingen van anderen te respecteren

Kita tidak bisa menuntut orang lain untuk menghormati pandangan kita jika kita tak bisa menghormati pandangan orang lain juga

(Ahmed Aboutaleb, Walikota Rotterdam incumbent)

Rotterdam akan selalu menjadi kota yang mendapat tempat di hati saya. Kenapa tidak, saya pernah tinggal di sana, bekerja di sana, berlangganan RET, menjalani kehidupan di sana – punya huisarts (dokter umum), tandarts (dokter gigi), tukang jahit langganan, tempat belanja daging halal langganan, hammam langganan, dan terdaftar pula sebagai anggota gym khusus perempuan di sana. Dan saya selalu mensyukuri masa-masa itu.

Ik was Rotterdammer geweest! 

Rotterdam adalah salah satu kota metropolitan di Belanda dan tergabung dalam Randstad (kira-kira diartikan sebagai gabungan kota metropolitan Belanda) bersama dengan Amsterdam, Den Haag, dan Utrecht). Rotterdam terletak di Propinsi Zuid Holland, dialiri oleh Sungai Maas, yang menghubungkannya dengan Jerman dan Eropa Tengah melalui Delta Rhine-Meuse-Scheldt.

Continue reading

Singgah di Muscat, Oman


mutama

Masjid Sultan Qabus, Muscat

Those who have achieved their dreams didn’t do it sitting in a comfort zone. They challenged the status quo

(Sheikh Khalfan Al Esry, an Omani personal development expert and former top engineer)

 Kami terbang ke Iran menggunakan Oman Air, dengan rute Jakarta- Kuala Lumpur-Muscat-Tehran. Rute Jakarta-KL menggunakan Malaysia Airlines, dan sisanya menggunakan Oman Air. Kenapa Oman Air? Karena itulah harga paling murah ideal yang bisa kami dapatkan saat itu. We didn’t choose the price; the price simply chose us, haha.

Setelah semalam di Malaysia, kami bertolak ke Muscat. Perjalanan memakan waktu 8 jam. Itu pertama kalinya saya saya menggunakan national carrier Kesultanan Oman tersebut. Kesannya sih oke-oke saja. Pramugarinya lumayan tegas. Seorang bapak-bapak di-‘kepret’ oleh seorang pramugari karena disangka mengambil fotonya tanpa ijin, haha. Untuk perjalanan pulang nanti sewaktu kembali menuju KL dari Muscat, ada sedikit drama yang mengecewakan sebagian penumpang maskapai ini, termasuk kami. Itu minority report dari trip ini dan akan jadi pelajaran buat saya di masa mendatang saja.

Singkat cerita, pesawat kami mendarat di Muscat International Airport (MCT) pada tengah hari. Muscat adalah kota transit sebelum terbang kembali menuju Tehran pada dini hari besoknya. Kami menggunakan kesempatan itu untuk mengitari ibukota Oman tersebut. Buat pemegang paspor hijau Indonesia, kita bisa membayar sebanyak USD 20 untuk aplikasi visa turis. Tidak ada paperwork dan interview apapun. Kita hanya membayar sebanyak jumlah yang diperlukan, lalu akan diberikan slip pembayaran. Kemudian slip dan paspor ini dibawa ke petugas imigrasi, paspor diberi stempel dan voila, selamat jalan-jalan di Oman!

Continue reading