Ughhh, harusnya ini dituliskan hampir 2 tahun lalu karena tripnya sendiri dilakukan bulan Maret 2019. Karena ada prioritas lain, saya baru bisa menuliskan sekarang.
Duduk di business class? Buat saya, ini hanya terjadi untuk business trip dan diberi kenaikan kelas (upgrade) oleh maskapai. Contohnya tahun 2012 silam untuk perjalanan Dubai – Amsterdam dengan maskapai Emirates Airlines. Tak hanya upgrade dari economy class ke business class, perjalanannya menjadi spesial karena menggunakan pesawat Airbus A380, pesawat penumpang terbesar saat itu. Biasanya pada perjalanan panjang lintas benua dan negara, saya lebih memilih tidur. Saat itu, saya memilih terjaga dan mencoba semuanya. Tak lupa juga melihat-lihat fasilitas lainnya, seperti pojok makanan, toilet, dan lain-lain. Haha.
Singkat cerita, saya akhirnya bekerja di salah satu perusahaan energi multinasional yang mengharuskan karyawannya untuk duduk di business class jika perjalananannya melebihi 4 jam. Saya sih tidak akan menolak sama sekali jika peraturannya memang demikian 🙂 Nah, ketika bos saya menanyakan apa saya bersedia berangkat ke Melbourne, saya langsung mengiyakan. Ibu bos juga menambahkan bahwa saya bisa menunda kepulangan jika saya ingin berlibur dulu di Australia, tentunya dengan biaya sendiri, di luar tiket pesawat. Tak apalah. Dari sekian pilihan maskapai, saya memilih Qantas, national carrier Australia karena saya belum pernah naik Qantas. Visa, hotel, dan segala macam pun diurus oleh kantor. Dan mungkin karena peristiwa teror di Selandia Baru, Ibu bos juga mengatur penjemputan eksekutif untuk saya di bandara Melbourne dengan alasan keamanan. Alhamdulillah, rejeki emang gak kemana 🙂
Pada hari keberangkatan, saya check-in di counter Qantas, lalu diarahkan ke lounge. Ah, sayangnya lupa foto-foto karena saya sibuk menelpon keluarga. Selepas magrib, semua penumpang Qantas pun diminta untuk naik pesawat setelah pemeriksaan ketat di dalam garbarata.
Continue reading →