Those who have achieved their dreams didn’t do it sitting in a comfort zone. They challenged the status quo
(Sheikh Khalfan Al Esry, an Omani personal development expert and former top engineer)
Kami terbang ke Iran menggunakan Oman Air, dengan rute Jakarta- Kuala Lumpur-Muscat-Tehran. Rute Jakarta-KL menggunakan Malaysia Airlines, dan sisanya menggunakan Oman Air. Kenapa Oman Air? Karena itulah harga paling murah ideal yang bisa kami dapatkan saat itu. We didn’t choose the price; the price simply chose us, haha.
Setelah semalam di Malaysia, kami bertolak ke Muscat. Perjalanan memakan waktu 8 jam. Itu pertama kalinya saya saya menggunakan national carrier Kesultanan Oman tersebut. Kesannya sih oke-oke saja. Pramugarinya lumayan tegas. Seorang bapak-bapak di-‘kepret’ oleh seorang pramugari karena disangka mengambil fotonya tanpa ijin, haha. Untuk perjalanan pulang nanti sewaktu kembali menuju KL dari Muscat, ada sedikit drama yang mengecewakan sebagian penumpang maskapai ini, termasuk kami. Itu minority report dari trip ini dan akan jadi pelajaran buat saya di masa mendatang saja.
Singkat cerita, pesawat kami mendarat di Muscat International Airport (MCT) pada tengah hari. Muscat adalah kota transit sebelum terbang kembali menuju Tehran pada dini hari besoknya. Kami menggunakan kesempatan itu untuk mengitari ibukota Oman tersebut. Buat pemegang paspor hijau Indonesia, kita bisa membayar sebanyak USD 20 untuk aplikasi visa turis. Tidak ada paperwork dan interview apapun. Kita hanya membayar sebanyak jumlah yang diperlukan, lalu akan diberikan slip pembayaran. Kemudian slip dan paspor ini dibawa ke petugas imigrasi, paspor diberi stempel dan voila, selamat jalan-jalan di Oman!