2022 : Pengalaman Menyewa dan Menyetir Mobil di Australia


Akhirnya setelah sekian lama,blog ini tersentuh kembali. Saya sibuk sekali di tahun 2022 silam, baik untuk urusan personal maupun profesional. Alhamdulillah, awal Januari 2023 ini, saya bisa menulis kembali.

Untuk business trip saya ke Australia tahun lalu, saya tak hanya mengunjungi kota-kota metropolitan seperti Melbourne dan Sydney, tapi juga beberapa kota kecil, yang bandaranya bahkan lebih kecil daripada Minangkabau International Airport di Padang. Tak hanya sepi, kota-kota kecil tersebut juga lengang dan tak banyak ditemukan taksi. Oleh perusahaan, saya diminta menyewa mobil saja dengan salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan kami, yaitu Hertz.

Ini pertama kalinya saya menyewa mobil lepas kunci dan saya setririn sendiri, jadi agak-agak grogi juga. Saya pernah menyetir di Belanda, tapi sedikit banyak pasti ada perbedaannya dengan Australia. Berbekal SIM Internasional yang sudah saya buat di Korlantas Polri sebelumnya, saya memesan 1 unit sedan Toyota Corolla sekitar 2 minggu sebelum hari H. Mobil diambil di bandara dan dikembalikan di pusat kota. Saya akan berangkat dengan kereta api untuk menuju destinasi selanjutnya.

Kata bos saya, harga sewa mobil di Australia melonjak pesat semenjak pandemi karena tingginya demand. Untuk pemesanan yang mirip, kolega saya hanya perlu membayar AUD 50 untuk 1 hari, sementara saya diberi estimasi biaya sekitar AUD 196. Tapi karena menyewa mobil adalah pilihan terbaik, ya apa boleh buat, dibayarin pula, haha.

Pada hari H setelah mendarat, saya segera menuju booth Hertz dan menyerahkan bukti booking saya berikut SIM A dan SIM Internasional saya. Ternyata, staf Hertz tidak menerima SIM Internasional karena mereka tidak mengenalnya. Kata mereka, WNI harus menyediakan terjemahan SIM A dari Kedubes RI. Saya sempat kesal. Lalu menunjukkan page Wikipedia bahwa SIM Internasional memang diakui banyak negara. Staf Hertz-nya kurang gaul kayaknya.

Setelah masalah SIM selesai, mereka mempermasalahkan alamat saya yang tidak sesuai dengan SIM. Lalu saya menunjukkan kalau alamat itu adalah alamat kantor karena form isian Hertz meminta alamat kantor (business address). Kalau diingat-ingat sekarang, saya hanya tertawa saja. Tapi waktu itu, saya kesal banget.

Singkat cerita, akhirnya saya diberi mobil Toyota Prado, bukan sedan Toyota Corolla seperti yang saya pesan. Awalnya saya setuju. Tapi setelah melihat mobilnya, saya minta ganti yang lain karena Toyota Prado terlalu tinggi dan besar. Di Jakarta, saya sehari-hari memakai Honda HRV dan saya hanya nyaman mengendarai sedan atau SUV.

Setelah berdebat lagi dengan staf Hertz yang tadi, akhirnya saya diberi mobil Toyota Camry Hybrid. Kata staf Hertz, mobil ini tidak begitu berbunyi pada saat di-starter atau di-off-kan. Saya tidak pernah mengendarai sedan, apalagi yang hybrid. Saya sampai menghabiskan waktu kira-kira 20 menit untuk mempelajari fitur mobilnya, bagaimana cara buka tangki BBM, buka bagasi, brake-hold, dan lain-lain.

Menyetir di Australia sangat menyenangkan!

Senang sekali rasanya menyetir di antara orang-orang yang mematuhi peraturan lalu lintas. Pengalaman yang sulit ditemui di Indonesia. Saya sendiri sudah diberi defensive driving training oleh kantor dan saya selalu menerapkannya sehari-hari. Alhamdulillah, itu sangat membantu untuk menyesuaikan diri dengan lalu lintas Australia.

Bahkan, saya sempat menyetir selama 45 menit tanpa klakson sekalipun! Di Indonesia, tiap 10 menit pasti nge-klakson, haha. Saya juga sempat menggunakan fitur cruise control di kecepatan 100 km/jam. Di Indonesia, saya hanya menggunakan fitur cruise control di Tol Kunciran, itupun di kecepatan 80 km/jam.

Posisi setir mobil dan lajur jalan di Australia sama dengan Indonesia. Walaupun ada perbedaan, peraturan lalu lintasnya juga mirip. Sebelum berangkat, saya sempat belajar lalu lintas Australia lewat Youtube. Yang bikin gugup adalah denda pelanggaran yang sangat besar, yang tentunya harus saya bayar sendiri, jika ada. Untuk memberi rasa familiar dengan rute yang dilewati, saya mempelajari rute tersebut, mencari tempat-tempat yang bisa ditandai, tempat parkir, tempat putar balik, dan lain-lain. Supaya tidak salah arah, saya konsisten memakai Google Map.

Setelah urusan saya selesai, saya harus mengembalikan mobil di pusat kota. Menurut perjanjian dengan Hertz, mobil harus dikembalikan dalam keadaan full tank dengan RON91 Unleaded. Bisa juga tidak diisi, tapi akan di-charge AUD 5 per liter pemakaian. Saya melipir dulu ke salah satu SPBU bp dan mengisi sendiri BBM-nya. Kalau gak pake bp, gak bisa di-claim, hehe.

Pengisian BBM di Australia adalah self-service. Setelah membuka tutup tangki mobil, saya mengambil nozzle yang bertuliskan produk yang saya mau, lalu memasukkan kepala nozzle ke dalam tangki. Ini hanya seperti memegang keran untuk menyemprot taman. Jika tangki BBM sudah penuh, meteran pengisian BBM di dispenser SPBU akan berhenti. Pembayaran bisa dilakukan di dalam convinience store. Mudah, bukan?

Saya segera menuju kantor Hertz, memarkir mobil, lalu menyerahkan kunci mobil kepada staf di sana. Staf lalu mengecek keadaan mobil dan mengatakan bahwa tagihan akan dikirimkan melalui email.

Selesai!

Leave a comment